
. Tak hanya Yogyakarta, banyak daerah lain yang juga meninggalkan duka, salah satunya Lamongan.
Kadet Soewoko memang tak sepopuler Bung Tomo yang merupakan pahlawan Surabaya. Namun keberaniannya dalam melawan pasukan Belanda cukup membuat banyak orang, khususnya masyarakat Lamongan terinspirasi.

Mendengar berita tersebut, Kadet Soewoko berserta pasukannya bersiap untuk melakukan serangan. Sayangnya, mereka yang berjumlah delapan orang harus ditinggal satu. Dan yang ditinggal saat itu adalah Soemarto. Bukan karena apa-apa, ia ditinggal lantaran persediaan senjata saat itu hanya tujuh buah.
Menjelang siang hari itu, Segera pasukan Kadet Soewoko bergegas mendekati parit tempat truk serdadu Belanda terperosok. Karena Desa Parengan dan Desa Laren dipisahkan oleh Bengawan Solo, mereka harus menaiki perahu.
Saat ini, jika Anda sedang berada di Desa Laren dan menuju ke Desa Parengan atau sebaliknya, tentu tidak harus menaiki perahu lagi. Karena sudah ada sebuah jembatan penyeberangan untuk menghubungkan dua desa tersebut.
Dari jarak jauh sebenarnya serdadu Belanda sudah terlihat. Namun untuk mendapatkan jarak tembak yang ideal, mereka sepakat untuk lebih mendekat dan berencana akan menyerang dengan tembakan salvo.
Saat sudah cukup dekat, kira-kira 100 m, Kadet Soewoko dan pasukannya yang berlindung di gundukan tanah bersiap melaksanakan rencana mereka. Namun celakannya, saat itu telah datang truk power wagon serdadu Belanda lain yang akan membantu menarik truk yang terperosok tadi. Maklum, tujuh serdadu Belanda dan beberapa penduduk setempat yang dipaksa untuk menarik truk tidak mampu menarik keluar dari parit. Saat itu bukan tujuh lagi serdadu Belanda yang harus dihadapi oleh pasukan Kadet Soewoko, melainkan berjumlah tiga puluh tujuh orang.
Meski begitu, pasukan Kadet Soewoko tidak berinisiatif untuk mundur. Mereka masih menunggu saat truk yang terperosok ditarik oleh truk lainnya. Dan “Tembak!” Kata yang terlontar dari mulut Kadet Soewoko sebagai aba-aba pasukannya untuk menyerang.
Serdadu Belanda tidak sedikit yang terjungkal terterkena tembakan. Awalnya mereka yang terkejut hanya bisa diam. Namun karena kesigapannya, tak lama setelah itu serdadu Belanda berbalik menyerang. Bahkan mereka berhasil mengepung pasukan Kadet Soewoko dari samping dan belakang.

Tentara Belanda ingin membawa Kadet Soewoko ke markas mereka di Sukodadi. Sokodadi merupakan nama sebuah desa/kecamatan yang terletak di sebelah barat Kota Lamongan. Namun Kadet Soewoko menolak, “Tidak. Saya tidak mau menyerah. Bunuh saya,” begitulah ucapan Kadet Soewoko yang masih diingat oleh Soeyono, prajurit yang berpura-pura mati.
Kadet Soewoko akhirnya ditusuk sangkur di bagaian dada kiri, dan ditembak di pipinya. Ia pun harus gugur bersama tiga prajurit lain.

Bagi Anda pengemar sepakbola Indonesia, khususnya suporter Persela Lamongan, tentu tidak asing dengan logo bergambar orang memakai blangkon sembari menunjukkan jarinya ke atas. Juga bagi suporter tim Persebaya Surabaya, pasti tahu logo orang dengan ekspresi garang yang menggunakan ikat kepala berwarna hijau. Gambar kedua orang itu terinspirasi dari Kadet Soewoko. Maka tidak berlebihan jika pahlawan lokal yang satu ini sangat menginspirasi.
Bukan itu saja, untuk tetap mengenang perjuangan Kadet yang meninggal di usia 21 tahun tersebut, Pemerintah Kota Lamongan mengadakan acara bertajuk “Napak Tilas Kadet Soewoko.” Acara yang mirip dengan gerak jalan ini diadakan setiap tahun sekali. Pesertanya berasal dari berbagai instansi. Jarak rutenya pun cukup jauh sekitar 25 km. Start dari lokasi tugu Kadet Soewoko dan finish di Makodim 0812 Lamongan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar